Sabtu, 13 Oktober 2018

Opiniku : Nyawa Untuk Pendidikan Indonesia


Foto Profil : Wahyu Wibowo

Opini : Nyawa untuk Pendidikan Indonesia
Oleh : Wahyu Wibowo (Masyarakat
            Muara Kelingi)


Dunia pendidikan Indonesia tengah dirudung kedukaan, kehilangan, dan kepiluan. Harian Kedaulatan Rakyat, edisi 17 November 2015, mengabarkan ada salah satu guru muda gugur di masa pengabdian. Guru muda itu telah menyerahkan jiwa dan raga lewat Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Program yang sudah meluncurkan lima angkatan itu diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Kabar duka bermula saat perahu yang ditumpangi keempat guru muda SM3T Universitas Negeri Semarang (Unnes) bocor dan tenggelam. Peristiwa nahas yang terjadi di Sungai Parit Kongsi, Desa Teluk Pandan, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, pada hari Minggu, 15 November 2015 lalu. Sehari sebelumnya, para guru muda itu baru selesai berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sambas.
Saat itu, tiga di antara guru muda di atas perahu mampu menghidari maut. Mereka adalah Bambang Adrian, Pranindya Sekar Pambayun, dan Sri Rejeki. Hanya saja, nyawa Slamet Prasetyo tak tertolong setelah tubuhnya tak berhasil dibawa ke pinggir sungai dan tenggelam dengan segera. Barulah tiga jam kemudian jasadnya ditemukan tanpa nyawa.
Kita bisa menduga bahwa memori memilukan itu tentu akan mempengaruhi pikiran, hasrat, dan semangat para sarjana untuk mengabdi di daerah 3T. Antusias berpartisipasi dan mendukung program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam mengupayakan penyediaan guru di daerah tersulit lewat Program Guru Garis Depan (GGD) bisa jadi hanya sebatas angan. Bagi orangtua yang mendengar berita itu, takkan mudah memberi restu keberangkatan. Mereka memilih anaknya bekerja apa saja asal bisa hidup bersama dan selamat.
Sebelumnya, antusias itu terlihat dari besarnya animo para sarjana yang memperebutkan kursi GGD. Kemendikbud pernah menyatakan bahwa 3.500 kursi Program GGD periode kedua diperebutkan oleh 10.800 sarjana. (Suara Merdeka, 23 Oktober 2015). Padahal, untuk periode pertama hanya 798 guru. Mereka disebar ke Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Papua Barat, pada Mei 2015 lalu.

Pengabdian

Dalam film Tanah Surga Katanya (2012) digambarkan keprihatinan kehidupan berpendidikan di daerah perbatasan dan jauh dari kota. Harapan mengenal pendidikan para anak di daerah terluar itu dibatasi dengan kondisi guru yang tak memadai. Ketiadaan guru membuat sekolah di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia itu ditutup setahun. Miris! Untungnya, Astuti yang secara tak sengaja dengan penuh kerelaan bersedia mengabdikan diri.
Film garapan Deddy Mizwar itu pun mengajak kita mengenal, mengetahui, dan memaknai dengan kesungguhan berkenaan pengabdian. Tindak pengorbanan yang bersedia mendermakan waktu, pikiran, dan tenaga tak pantas hanya mengharap imbalan negara. Hasyim, tokoh pejuang dalam film itu mengatakan: “Aku mengabdi bukan untuk pemerintah, tapi untuk negeri ini. Bangsaku sendiri!”
Aktor pengabdian memberi lakon serius dalam menyalurkan rasa peduli atas dasar nasionalisme kapada tanah air. Tak ada secuil pun yang terlahir di benak untuk mengumpul rupiah. Bila pun diberi rupiah, itu memang bonus dari pengorbanan berhari-hari mengeluarkan keringat meracik rencana, melayarkan pengetahuan, memerdekakan kehidupan, dan rela hidup melarat di kesederhanaan daerah yang jauh dari sanak-keluarga.

Pahlawan

Kisah pengabdian Slamet Prasetyo memang telah berakhir di bulan guru kemarin. Semesta rencana, pengajaran, dan perbaikan pendidikan tak dapat dilakukan lagi. Nyawa Slamet telah mengakhiri masa bakti kepada negeri. Kita berduka dan kehilangan sosok pahlawan pendidikan sejati.
Kepulangan itu mengajak kita bernostalgia dan bersedih pada pengobanan pahlawan di masa dulu. Lewat penggalan lirik lagu Gugur Bunga karya Ismail Marzuki kita bisa meresapi kembali perjuangan itu. Simaklah: Betapa hatiku takkan pilu/ Telah gugur pahlawanku/ Betapa hatiku takkan sedih/ Hamba ditinggal sendiri.// Siapakah kini plipur lara/ Nan setia dan Perwira/ Siapakah kini pahlawan hati/ Pembela bangsa sejati.// Telah gugur pahlawanku.
(Ditulis pada Tahun 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar