Generasi Cinta Literasi (Sabtu (6/10)(Foto:WW) |
Cahaya dari Kampung
Karya: Wahyu Wibowo (Masyarakat)
Terlahir di Daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan (3T) bukanlah hal yang menjengkelkan, memalukan, apalagi terbelakang. Banyak pemuda dari daerah ini berkiprah di pentas kota, provinsi, nasional, hingga internasional. Termasuk Muara Kelingi dalam dasawarsa terakhir. Keinginan untuk maju adalah gerbang dari segala kesuksesan.
Menjadi pembeda adalah kewajiban. Ketika yang lain ramai untuk bermanja manja, kita semestinya memilih untuk membiarkan tubuh untuk enggan berdiam diri. Ketika yang lain hanya melakukan hal yang melulu begitu, kita mulai menginovasi pikiran dan perlakuan; melahirkan hal-hal baru. Ketika yang lain pintar sekadar berbicara, kita berupaya menunjukkan aksi dengan kebahagiaan prestasi.
Setiap detik menjadi waktu yang sangat berharga. Ada pernak pernik keajaiban yang semestinya ditemui, didatangi, dijemput. Mereka telah rindu dijumpai dengan cinta, terlagi dari kampung kampung yang sejatinya tak sedikit pula lahir pemuda berpotensi.
Sebagai pemuda dari kampung yang terbilang lumayan jauh dari pusat kota provinsi, sukses tak cukup sekadar hasrat. Perlu pula dirangkai. Seseorang yang berhasil merangkai mimpi, segaris dengan ketangguhan merencanakan kesuksesan. Deretan mimpi diciptakan, hidup, dan berdoa untuk dicapai.
Maka, cahaya tetaplah cahaya. Dimanapun dia berada akan tetap bercahaya. Melahirkan dan memberikan benderangnya kepada orang sekitar, lingkungan tinggal, bahkan lingkup yang lebih luas. Sebab itu, tetaplah jadi cahaya. Jika belum, berupayalah menjadi cahaya. Hidup boleh tinggal di Kampung, namun cahaya tak boleh dibiarkan tertutup. Biarkan ia bersinar hingga ke jarak yang entah.
Ketika yang lain mampu menebarkan cahaya hidupnya, tak malukah kita bila hanya ikut menikmati cahaya dari orang lain?
Yogyakarta, 6 Oktober 2018.
(Ditulis di pagi hari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar